Surya Chandra Surapaty (F-PDI Perjuangan)- BLK KHUSUS KEMARITIMAN PROVINSI MALUKU TIDAK FOKUS
Balai Latihan Kerja (BLK) Khusus Kemaritiman Provinsi Maluku tidak sesuai dan tidak fokus dalam penyaluran tenaga kerja. Dalam BLK Khusus Kemaritiman ini hanya sekadar memberikan pengetahuan saja tapi tidak ada penyalurannya.
Hal ini diungkapkan Anggota Komisi IX DPR, Surya Chandra Surapaty dari Fraksi PDI Perjuangan saat ditemui Parlementaria usai pertemuan dengan Kepala Dinas Nakertrans Provinsi Maluku, Selasa (22/6).
”Semua itu percuma, sia-sia saja,” tegas Surya.
Pemerintah daerah diharuskan punya inisiatif untuk bekerjasama dengan investor atau swasta untuk menyalurkan tenaga kerja. "Kalau tidak ya.. percuma saja," tambahnya.
Lebih jauh Surya menjelaskan, BLK Khusus Kemaritiman ini tidak berkembang bukan karena sistem otonomi. Surya juga meminta untuk jangan menyalahkan dan mengkambinghitamkan sistem otonomi. "Kalau ini dikembalikan ke pusat atau disentralisasikan lagi, apakah itu menyelesaikan masalah," tanya Surya.
Menurutnya, yang penting bagaimana kreativitas dari daeran itu dan apa yang perlu dikembangkan BLK Khusus Kemaritiman ini, bagaimana kerjasama dengan instansi lain atau dengan pihak-pihak swasta. "Itu persoalannya, kalau memang perlu anggaran, 'kan bisa minta ke pusat," ujar Surya.
Surya memberi contoh, untuk mengatasi pengangguran terbuka bukan hal yang main-main. Pengangguran terbuka terdidik SMA yang paling banyak, tidak akan tersalurkan jika provinsi tidak punya program yang konkret.
Menurut Surya, sedangkan kantor dinas di daerah punya anggaran. Oleh pusat sudah ada program-program Binalatas, tetapi yang membuat Surya bertanya-tanya, mengapa program ini tidak sampai ke provinsi. "Kementerian Tenaga Kerja saat mengajukan anggaran program-programnya ada Binalatas untuk pembinaan dan meningkatkan kualitas tenaga kerja, koq tidak diprogramkan untuk daerah itu," ungkap Surya.
Oleh karena itu, ia meminta kepada dinas di daerah agar dapat berkomunikasi aktif dengan pusat.
Surya menambahkan, memang yang menjadi masalah adalah pada bagian pengawasan. Karena personal pengawasan itu kalau di daerah selalu dipindah-pindahkan sehingga yang mengadakan pengawasan itu tidak berkompeten. Jika pengawasan itu memang dilakukan oleh pusat, maka proses pengawasan tersebut menjadi jelas.
Terkait dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), Surya mengatakan, BPJS itu sila kelima dari Pancasila, yaitu mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Surya memberi contoh, Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Beras Miskin (Raskin) itu tidak dapat menyelesaikan masalah. Menurut Surya, Pemerintah bukan memberi pancing tapi memberi ikan. Begitu juga dengan Jamkesmas dan Jamkesda itu ’kan anggaran negara baik pusat maupun daerah ditaruh di rumah sakit Jamkesmas itu, sedang rumah sakit bisa berbuat apa.
Jadi yang jelas, kata Surya, pembangunan kita ini tidak menyelesaikan masalah tetapi melestarikan kemiskinan, bukannya mengentaskan orang miskin tapi melestarikan orang miskin. Karena menurutnya tujuan pembangunan ini adalah memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, melindungi tumpah darah Indonesia dan ikut serta dalam perdamaian dunia.
”Bukan sekadar tunjuk-tunjuk ada anggaran terus kita bantu orang miskin, tidak begitu. Itu tidak menyelesaikan masalah,” kata Surya dengan nada tinggi.
Mestinya dari awal itu sudah terkait dengan yang disebut pembangunan berwawasan kependudukan. Jadi pembangunan berwawasan kependudukan itu betu-betul berdasarkan keadaan penduduk dan penduduk ini mau diapakan, itu sudah ada di populution planning. Dari populution planning itulah maka timbul main power planning. Artinya angkatan kerja itu dari umur berapa, apakah umur 19 tahun, tamat SMA atau sarjana itu sudah bisa dibuat perencanaan. ”Kalau memang kependudukan itu jalan," kata Surya seraya menambahkan tapi ’kan ini tidak ada.
Maka itu selama 65 tahun merdeka ini bukan berdasarkan penduduk kita rencanakan pembangunan tetapi berdasarkan pertumbuhan ekonomi, ekonomi makro lagi. Apakah ini menetes kebawah atau terasa kepada penduduk, tidak. Jadi penduduk dianggap sebagai angka-angka saja ya angka kemiskinan. Berapa orang miskin, dibuat anggaran lagi, tambahnya.
”Jadi tujuan negara untuk memajukan kesejahteraan umum sampai sekarang belum tercapai dan belum terwujud. Sistemnya ngak jelas koq karena tidak berdasarkan kewawasan kependudukan,” kata Surya.
Oleh karena itu, kita harus dapat menata kembali dan pembangunan itu harus tujuan orientasinya kependudukan, ke rakyat. Jadi pembangunan itu jangan pertumbuhan ekonomi, buat apa pertumbuhan ekonomi kalau tidak netes ke rakyat. Karena apa, tanya Surya, karena kualitas manusia Indonesia berada di nomor urut 111 dari urutan 182 negara itu tiga indikator yaitu angka kesehatan, angka pendidikan, daya beli rakyat dan daya beli ekonomi rumah tangga.
Jadi di tingkat mikro bagaimana indikator kesehatannya dan bagaimana indikator pendidikannya. Padahal itu sesuai dengan tujuan penyelenggara negara yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa berkaitan dengan pendidikan, kesejahteraan umum berkaitan dengan kesehatan. ”Jadi harus kesitu,” jelasnya.(iw)